Jumat, 11 Oktober 2013 |

Graha Solo Raya kemasukan fosil purba

Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran memboyong sebagian koleksinya ke Graha Solo Raya dalam Pameran Arkeologi 2013. Pameran bertajuk “Bengawan Solo Riwayatmu Dulu” itu diselenggarakan Pusat Arkeologi Nasional pada Rabu-Minggu (25-29/9/2013). 

 fosil Buaya purba

fosil kerbang purba

Dalam acara tersebut balai pelestarian Sangiran memamerkan koleksinya yang dinilai dapat menggambarkan perkembangan kebudayaan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo.“Kami tampilkan di sini sebagian fosil, prasasti, tembikar, diorama, kepala arca budha dan lain sebagainya,” kata Muhammad Hidayat, Kasi Pengembangan BPSMP Sangiran.

Tengkorak

Benda-benda yang dipamerkan di antaranya fosil kepala banteng purba, gading Stegodon (gajah purba), beberapa gigi geraham gajah purba, prasasti Gosari, kepala arca Budha dan Budha Bodhisatva dari Waduk Gajah Mungkur, serta tembikar dari situs Ujung Pangkah.

 arca budha dari Wonogiri

“Kami berusaha agar masyarakat dapat mengenal arkeologi. Dengan demikian masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki sehingga turut menjaga kelestarian peninggalan budaya nenek moyang,” kata Bambang Sulistyanto, Kepala Pusat Arkeologi Nasional di sela-sela acara pembukaan pameran.
Menurut Bambang, saat ini masyarakat sudah cukup memiliki kesadaran terhadap pentingnya warisan nenek moyang. Hal ini tampak dari semakin banyaknya masyarakat yang melaporkan temuan benda-benda purbakala kepada badan arkeologi yang ada.

 pisau prasejarah

Bambang mengakui, masih maraknya penjualan fosil secara ilegal merupakan kendala lain dalam pelestarian benda purbakala. “Adalah tugas kami untuk mengupayakan peningkatan honor bagi penemu fosil, untuk menghindari hal itu. Meski nilainya tidak besar, tapi kompensasi itu harus terus ditingkatkan,” tegas dia.
 prasasti

Kepala Seksi Pemanfaatan dan Publikasi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Gunawan menambahkan, pihaknya selalu menyosialisa­sikan pentingnya menyerahkan temuan benda purbakala kepada pengelola balai. Warga Sangiran pun dijanjikan kompensasi dengan nilai beragam, atas benda temuan mereka.
 prasasti gosari

“Hingga kini, sekitar 50 benda purbakala sudah diserahkan kepada kami. Sebelum 2007, masyarakat lebih suka menjual fosil ke pasar gelap. Tapi setelah 2008 tidak ada lagi yang berani melakukannya, karena ada penadah dan pelaku jual beli yang ditang­kap polisi,” urai dia

 replika manusia purba

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

welcome Leva

Lama ditunggu ternyata karunia tuhan menanggapi keluarga besarku. Aku dan istriku (Dewi Lestari) akhirnya mendapatkan buah cinta dari tuhan yang hadir di waktu 11 bulan pertama pernikahanku dengannya. 30 Sepetmber 2013 memang bukan tanggal bagus, sebab di tanggal keramat itupula tragedi 30 S/PKI pernah terjadi.

Momen buruk itu tentu bagi keluarga kecilku adalah seboh momen membahagiakan yang mengisyaratkan akan arti sebuah yin yang. Semua memang harus seimbang antar senang dan duka, antara kebahagian dan kesedihan. 
Bunda Leva

Embun Suci Vazraleva adalah nama yang kuberikan kepadanya, tentu bukan hanya sebuah kalimat cukup panjang yang bisa sajacukup ribet ditulis di absensi sekolahnya. Jauh dari sisi tersebut terselip sebuah harapan akan dirinya, yang tentunya menggambarkan dari pola bahasa namanya tersebut. Bidadari kecilku ini tentu harus tumbuh sebagai orang yang suci, kuat dan tentu saja punya tekad besar untuk jadi sosok penting di negeri ini. Entah dari ilmu yang dimilikinya, perlakuannya ataupun sikapnya pada teman dan alam.

 Paras sang Karunia

Ada secerca sejarah dari nama yang kuberikkan kepadanya, tentu apa yang akhirnya tercetus ini tidak jauh-jauh dari hobyku saat ini. Apa itu, yup sebuah candi?. kata "Vazraleva" ternyata sedikit plesetan dari kata Vajralepa, Wajralepa ataupun kadang dieja Brajalepa.

Tentu bukan ketidak tauan, yang sengaja aku pelesetkan disini, namun jauh dari sisi itu ada nilai kenyaman dan keindahan dari kata yang diplesetkan tersebut. Ketiga kata bermakna sama ini ialah merupakan bahan pelapis bangunan jaman percandian kuno yang konon dibuat dari campuran putih telur dan getah beberapa tanaman tertentu. Bahan  ini  digunakan  untuk memperindah dindingcandi  dengan warna putih kekuningan sekaligus juga untuk melindungi dinding tersebut dari kerusakan. Di Indonesia bentuk Vajralepa bisa ditemui di Candi Kalasan ataupun Candi Sari di daerah Kalasan Kota Jogjakarta

 Karunia Tuhan

Selain dari sisi sejarah arti nama tersebut, ternyata terselip kisah fakta didalam nama anakku ini. Embun Suci Vazraleva (dari kata vajralepa, red) memang berasal dari sebuah embun yang pernah aku liat di dinding candi, yang kala itu berada di dinding Candi Kalasan. Ketika perjalanan kesana saat sedang tour seangkatan jaman kulih di UNY, yang tentunya kala itu rutenya adalah mengunjungi keberadaan candi ini.

Kala itu diriku melihat sebuah butiran embun yang tergantung di sebuah jala rumah laba-laba, yang tepat berada di dinding candi berlapiskan Vajralepa. Pantulan cahaya yang membias di embun itulah yang membuatku selalu teringat akan keindahan arsitektur candi Kalasan dan candi-candi lainnya. Semoga keindahan bidadari kecilku ini bisa membuat keindahan dan kedamaian untuk semua orang di sekelilingnya.

Leva Sudah aktif blusukan sejak di dalam perut

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO